Film itu adalah seni menyalurkan rasa. Itu adalah kata-kata yang sering diucapkan Mas Wregas di workshop yang diadakan di festival film Montaj 2024 kemarin. Dia menekankan bahwa membuat film itu jangan terlalu fokus pada teknik dan formula yang sudah ada, namun harus menyesuaikan dengan diri, lingkungan, dan kru-kru kita. Setiap manusia punya cara pandang dan cara bekerja masing-masing, sehingga penciptaan seni tidak ada cara yang benar atau salah.
Di awal, Mas Wregas mem-breakdown bagaimana dia menulis film tugas akhir kuliahnya yang berjudul Lemantun. Kalau biasanya orang menjelaskan formula film dengan act 1: permulaan, act 2: masalah, dan act 3: resolusi, Mas Wregas menjelaskannya dengan cara yang berbeda, dengan bahasanya sendiri. Formula yang digunakannya adalah sebagai berikut :
KARAKTER + KETERGANGGUAN = TUJUAN | HAMBATAN - USAHA - KLIMAKS - AKHIR
Dia mejelaskannya dengan bahasa yang lebih manusiawi dan berasa. Ini makin menunjukkan bagaimana setiap orang memiliki caranya sendiri untuk bekerja.
Contoh lainnya adalah bagaimana dia memperlakukan dan menyutradarai aktor-aktornya. Di sejumlah PPM (Pre Production Meeting) yang dia lakukan bersama para talent, dia makin menemukan cara yang tepat untuk menyutradarai para talent sesuai personal masing-masing. Ada yang lebih pas di-direct dengan cara yang lebih teknikal seperti Angga Yunanda, ada yang lebih pas dengan cara yang puitis seperti Ine Febriyanti, bahkan ada yang dengan cara spiritual seperti Dwi Sasono. Ini menunjukkan bahwa seorang sutradara harus peduli peka terhadap manusia dan cara berpikirnya.
Selain talent, Mas Wregas juga bisa dibilang puitis dalam menentukan shot dan mise en scene dalam filmnya. Sebagai contoh, dalam film terbarunya yakni Budi Pekerti, dia peka terhadap bagaimana kita setiap hari “terkurung” dalam layar vertikal handphone kita sendiri, sehingga dia seringkali menggambarkan para karakter dalam framing vertikal yang secara tak sadar membuat penonton merasa tidak nyaman dan ikut “terkurung”. Selain shot, color palette yang digunakan juga memiliki makna tersendiri. Warna kuning dan biru yang dominan dalam film ini ternyata memiliki sumber yaitu buku SD yang berjudul Pendidikan Moral Pancasila. Warna tersebut tentu merupakan makna dari inti film tersebut, yakni mengenai moral.
Dari semua itu, dapat kita simpulkan bahwa membuat film itu merupakan sebuah Journey atau perjalanan masing-masing seniman. Jika hanya mengikuti teori-teori dan arahan yang sudah ada tanpa mau mengeksplor sendiri, apalagi tidak peka terhadap sekitar, film karyamu akan menjadi biasa-biasa saja. Mas Wregas merupakan contoh dari sutradara yang peduli betul terhadap setiap detail dalam karya yang dibuatnya. ~
Komentar
Posting Komentar