Menangis - Cerpen karya Ahmad Fauzan

 

Aku melarikan diri dari makhluk yang memburu kami, dengan membawa sedikit makanan. Keluargaku tertangkap. Sepertinya kesepian dan ketakutan sudah menungguku dirumah. Mereka, mahluk mahluk yang kejam memang sering mencuri kulit kami untuk kehangatan tubuh mereka, bahkan hanya untuk pajangan dinding. BIADAB! Sungguh keterlaluan, bagaimana bisa seseorang melakukan hal sekejam itu? Aku jadi tidak berani lagi keluar rumah.

               Sebulan berlalu, persediaanku hampir habis. Orang tuaku yang selalu menemaniku berburu sudah tiada. Aku jadi teringat ayahku yang mengajarkanku menangkap rusa, teringat ibuku yang mengajariku banyak hal. Sekarang, tempat tinggalku dan kawanan lainnya banyak yang hampir roboh, bahkan terbakar. Dasar makhluk makhluk sialan! Huh.. Aku tak boleh terus berlarut larut dalam kesedihan, aku harus belajar mencari makan sendiri,... tapi gimana kalau ada makhluk makhluk kejam itu diluar sana? Nasibku bisa sama dengan keluargaku,...eh, apa salahnya? Jika aku mati, aku bisa bersama ayah lagi, melihat ibu kembali seperti dulu,... tidak tidak, aku tidak seputus asa itu, ada hidup yang harus kujalani, aku harus menjadi lebih jantan, aku harus siap keluar demi bertahan hidup.

Hendak keluar, suara tangisan dan teriakan langsung membuat langkah kakiku mundur kembali. Teriakan itu dibarengi suara mesin, yang kedengarannya ada kaitannya. Kuintip apa yang terjadi, dan terlihat pohon pohon menjerit dipenggal makhluk kejam. Seketika niat mencari makanku hilang. Besarnya fobia pada makhluk itu membuatku jadi harus sering berpuasa sekarang.

               Kenapa sih, hobinya cuma ngeganggu? Mereka kan sudah punya tempat tinggal?  Batinku. Bumi itu luas dan tidak hanya untuk ditinggali satu jenis makhluk. Tapi mereka merasa menjadi raja dan seenaknya mengambil hak makhluk lain. Aku yang pertama tinggal di hutan ini, dan aku tidak mau keluar. Hutan ini adalah hak milikku, dan tidak bisa seenaknya direbut. Bagaimanapun, aku yang duluan disini.

               Lima tahun terlewatkan begitu saja. Tubuhku sudah kurus kerempeng. Aku masih takut keluar, takut mencari mangsa, karena takut dijadikan mangsa. Pernah aku berpuasa selama setengah bulan, dengan hanya sepotong daging untuk makan setiap bulannya. Aku tak tahan, aku harus keluar,... tapi bagaimana kalau, AAH! Banyak pikir. Jika takut terus, aku hanya akan tinggal dengan tersiksa. Apa salahnya mencoba?  Aku tak peduli apapun, langsung lari keluar. Aku terus berlari dengan tanah yang sudah lama tidak kurasakan.  Aku terus berlari, hingga tidak melihat ada makhluk kecil yang kabur dariku dan pohon pohon yang dulunya rimbun dan ramai sekarang sudah tergantikan dengan perumahan. Aku berhenti.

               Puluhan makhluk sedang berdiri didepanku. Mereka saling berbisik bisik, ada pula yang mundur mundur. Kudengar sedikit pembicaraan mereka “bagaimana bisa ada beruang disini ya?” Hei Hei! Siapa yang seharusnya bicara begitu?  Aku yang pertama disini!. Tiba tiba ada yang menodong senjata kearahku. Ternyata bicaraku tadi didengar. Kalian bisa mendengarku? Mereka lalu mundur setengah langkah sambil bersiap menembak. Sepertinya mereka hanya mendengarkan aku mengaum. Tapi yang sekarang benar benar kuperhatikan adalah makhluk yang sedang menodong senjata. Aku ketakutan, tapi entah darimana, rasa marah tiba tiba dirasakanku. Aku sepertinya kenal makhluk itu... YA! Mukanya tercakar, ibuku,, ibuku yang mencakarnya! DIALAH MAKHLUK BIADAB PEMBUNUH IBUKU! PENYEBAB TAHUN TAHUNKU TANPA KELUARGA! SIALAAN!! Tiba tiba tanganku seperti terdorong, ingin menambah luka diwajahnya. Tapi terlambat. Kepalaku sudah ditebas. Aku pergi.

               Entah dimana aku sekarang, tapi aku tak peduli karena kulihat ibu dan ayahku datang kepadaku, memelukku. Aku menangis dihadapan mereka. Menangis karena segala hal. Apapun yang kupikirkan sekarang membuatku histeris. Aku menangis melihat orangtuaku, aku menangis memikirkan hidupku sebelumnya yang sangat tidak adil, aku menangis memikirkan apa yang akan terjadi pada teman temanku. Kalian makhluk makhluk tak punya hati. Aku hanya beruang. Kami hanya binatang. Kami hanya ingin hidup damai seperti kalian. Wahai manusia, apa yang sebenarnya kalian pikirkan? 

Komentar